4.8.06

Kapamingpinan Sunda

Oleh EDDY D. ISKANDAR

"SELAMA ini kalau kita berbicara tentang kasundaan, hanya terbatas pada seni budaya. Sering kali hanya itu. Padahal kalau kita berbicara tentang Sunda, paling tidak ada aspek sarakan, dan aspek lingkungan. Jadi kalau ada pertanyaan; pemimpin Sunda masa depan yang diharapkan itu seperti apa, yaitu pemimpin Sunda yang didalam membuat kebijakan-kebijakannya tidak merusak sarakan, atau tidak merusak lingkungan, dan kebijakan-kebijakannya pro rakyat. Kalau sekarang ada pemimpin Sunda yang nyaah kepada kesenian tapi banyak kebijakan-kebijakan yang dia lakukan tidak menunjukkan rasa cinta terhadap sarakan, dan tidak pro urang Sunda - bahkan menyengsarakan, maka kasundaannya belumlah komplet"

Pendapat tersebut diungkapkan oleh Prof. Dr. Ganjar Kurnia, Ir., DEA, 18 April lalu, sebagai pembicara dalam acara "Dialog Kompetensi Kepemimpinan Sunda" di aula Pikiran Rakyat.

Belakangan ini, seakan ada "kerinduan" munculnya pemimpin Sunda yang benar-benar aspiratif, yang mampu mencerminkan seperti apa yang digambarkan oleh Ganjar. Sekian banyak diskusi, seminar, atau tulisan apapun tentang kepemimpinan Sunda, cenderung hanya sebatas wacana, bahkan tak jarang memunculkan amarah dan keluh kesah.

Melihat kenyataan jumlah orang Sunda yang ada di DPRD Provinsi Jabar sekarang ini minoritas, maka reaksi yang diungkapkan dalam beragam tulisan adalah kekecewaan atau "saling menyalahkan", tanpa membuat solusi yang berorientasi ke depan, bagaimana mengatasi kenyataan seperti itu. Ada kalanya, malah terjebak ke dalam kebanggaan masa silam, menyebut sosok satu atau dua pemimpin Sunda yang berhasil, lalu mengungkapkan serentetan kelemahan pemimpin Sunda sekarang. Hanya sebatas itu.

Dalam banyak tulisan atau kegiatan diskusi, masalah kepemimpinan Sunda sering kali terlontar dari orang yang "belum pernah jadi pemimpin", sehingga apa yang diungkapkan hanyalah sebatas wacana. Kita tidak pernah mendengar pengalaman atau pendapat dan sikap mereka yang pernah jadi pemimpin atau yang masih memimpin. Bahkan sudut pandang kepemimpinan Sunda hanya dilihat dari ruang lingkup yang lebih sempit dengan mengungkapkan contoh-contoh yang ideal menurut gambaran yang mengawang.

Padahal, realitasnya masih ada pemimpin Sunda yang memiliki kemungkinan menjadi pemimpin masa depan. Kita malah mengabaikan seorang Marty Natalegawa, yang dalam usia yang masih muda sudah menjadi Duta Besar RI di Inggris. Atau malah sampai sekarang tidak pernah ada konsep, bagaimana caranya memunculkan pemimpin Sunda yang berkualitas.

Apa yang kemudian dilakukan oleh Panitia Tetap "Dialog Kompetensi Kepemimpinan Sunda untuk Menjawab Tantangan Masa Depan", diharapkan mampu membuat solusi untuk melahirkan pemimpin Sunda dengan konsep yang terstruktur - sehingga menjadi kebijakan pemerintah daerah, bukan lagi sekadar wacana.

"Penyelenggaraan serial Dialog Kompetensi Kepemimpinan Sunda ini kami gagas dalam upaya turut menyusun rancangan bahan resolusi kebijakan keur ngawangun kareueus jeung kanyaah ka sarakan urang, dalam menghadapai tantangan masa depan bangsa.

Tujuan dan sasaran yang dicapi melalui forum dialog ini adalah membangun kesadaran rasa kasundaan sebagai nilai potensial yang fokus kajiannya diarahkan pada usaha penggalian dan perumusan standar kompetensi kepemimpinan Sunda melalui bahasan dialog, antara lain; Sejauh mana dinamika demokrasi yang otonom telah menerpa nilai-nilai kehidupan dan bagaimana merancang serta mengelola berbagai perubahan nilai secara proporsional dan tepat sasaran?" ujar penggagas dialog, Drs. Ubun R. Sah.

Sedangkan Drs. Uu Rukmana, sebagai pengarah, mengharapkan agar Dialog Kompetensi Kepemimpinan ini jangan hanya dijadikan sebatas wacana, melainkan harus diikuti dengan kerja dan langkah-langkah nyata yang konsepsional, terarah, komprehensif, dan terukur, yang akhirnya akan bermuara pada pencapaian masyarakat adil makmur, sesuai dengan cita-cita proklamasi. Urang Sunda harus berperan di tingkat nasional, jangan hanya berperan di lembur sorangan, atau dianggap jago kandang. Urang Sunda juga harus mampu menghapus anggapan jelek; ku naon urang Sunda kalau sudah jadi pingpinan nasional sok poho ka lembur?

Tentu banyak hal menarik, ketika pemimpin Sunda menyampaikan "pengalamannya dalam memimpin", bahkan dengan bicara tanpa teks, diluar dugaan mampu mengungkapkan hal-hal yang tak terduga, seperti apa yang dikemukakan oleh pembicara lainnya dalam "Dialog Kompetensi Kepemimpinan Sunda" seri pertama, yaitu mantan Kapolda Jabar Irjen Pol. Drs. H. Edi Darnadi, yang sudah 32 tahun bertugas di berbagai provinsi di Indonesia.

"Betapa gigihnya para sesepuh Sunda zaman dahulu menggali apa yang terjadi dalam perjalanan panjang sejarah bangsa kita. Dan itu terungkap melalui pemahaman-pemahaman dalam pedoman hidup, sebuah warisan berharga sebagai pegangan dari pemimpin terendah hingga pemimpin tertinggi. Kita mulai dari pemimpin keluarga. Ada peribahasa gagade bari nyarande. Setiap orangtua, pasti senantiasa mendambakan anaknya maju, jauh melebihi kemajuan yang dicapai oleh orangtuanya.

Kata ayahnya -”Kilangbara atuh, bapa jadi patani, maneh mah kudu jadi pamingpin-”. Jawab anaknya,"Atuh, Pa. Piraku bapa ngongkosan abdi, ngaluarkeun ongkos langkung tina kabutuhan bapa. Kata ayahnya, Keun bae bapa mah gagade bari nyarande ge, asal hidep bisa leuwih ti bapa". Itu adalah contoh kepemimpinan yang diperlihatkan oleh seorang ayah. pemimpin yang berani berkorban untuk kemajuan anaknya. pemimpin harus seperti itu, ia harus lebih mementingkan kesejahteraan dan kemajuan anak buahnya.

Jangan jadi pemimpin yang nyalindung ka gelung. Tergantung pada orang lain, tidak punya sikap. Coba kita guar istilah haripeut ku teuteureuyeun. Itu kan gambaran keserakahan. Kalau jadi pemimpin jangan haripeut ku teuteureuyeun. Artinya, jangan serakah, jangan korupsi atau kolusi. Begitu kira-kira. Kemudian istilah kejot borosot. Anak-anak sekarang mungkin tidak mengenal ungkapan itu. Maksudnya; seorang pemimpin janganlah mengambil keputusan cepat atau tergesa-gesa.

Begitu banyak ungkapan-ungkapan yang sesungguhnya bukan sekadar ungkapan, istilah, atau peribahasa, sebab kalau dihayati ternyata memiliki makna yang dalam sebagai pedoman hidup. Dan kalau petuah para sesepuh itu dijalankan, dilaksanakan, akan terasa manfaat dan dampaknya, baik bagi pemimpin keluarga atau pemimpin yang lebih tinggi lagi. Saya kira sangat banyak ungkapan-ungkapan Sunda yang bisa dijadikan pedoman untuk dikonsepkan, sehingga Kepemimpinan Sunda tetap berpijak pada filsafat kasundaan".

Meskipun ada yang beranggapan, bahwa diskusi atau wangkongan tentang kepemimpinan Sunda hanya sebatas wacana, tak ada kemajuan, tidak ada lajuning lakuna, kitu keneh-kitu keneh wae, bagi Edi Darnadi kemajuan itu sudah ada, walaupun tidak sebesar yang diharapkan. Kemajuan yang ia maksudkan adalah kemajuan perorangan. Ia sendiri merasakan bisa melaju sebagai "pemimpin", karena konsisten menjalankan pedoman warisan para sesepuh Sunda. Yang diperlukan saat ini, menurut Edi rasa kebersamaan, menyamakan persepsi, menyatukan konsep, sehingga kriteria pemimpin Sunda seperti apa yang dikemukakan Ganjar Kurnia, ke depan bisa terealisasi.

Menurut anggota Pantap "Dialog Kompetensi Kepemimpinan Sunda", R.H. Maman H. Wangsaatmaja, dialog tersebut akan dirancang sepuluh seri dengan menampilkan dua pembicara tiap serinya. Tidak ada debat pendapat atau saling menyalahkan, sebab yang diutamakan adalah "curah pendapat" atau masukan yang nantinya akan dirumuskan, agar dijadikan suatu kebijakan pemerintah, dan disosialisasikan secara meluas.

"Peserta dialog, tiap serinya berbeda-beda, karena kita akan menyerap curah pendapat dari berbagai kalangan profesional - untuk dijadikan bahan rumusan yang terstruktur," tutur Maman.

Kita berharap agar "Dialog Kompetensi Kepemimpinan Sunda" bisa menjadi satu wadah untuk menyamakan persepsi dalam melahirkan calon pemimpin Sunda yang berkualitas. Pemimpin Sunda yang kata Ganjar Kurnia; nyaah ka sarakan, nyaah ka lingkungan, pro rakyat.

Atau seperti yang diungkapkan oleh Pangdam III Siliwangi Mayjen Sriyanto, ketika menerima Pantap Kepimpinan Sunda di kantornya tanggal 1 Agustus lalu, falsafah Sunda dan Siliwangi itu luar biasa manfaatnya jika dilaksanakan, terbukti dengan keharuman Divisi Siliwangi hingga saat ini. Tapi urang Sunda juga mesti memahami kelemahan-kelemahannya. Kalau mau jadi pemimpin masa depan, kata Sriyanto, selain harus nyaah ka rayatna atau gumati ka nu leutik, cinta pada tanah airnya atau sarakan, juga mesti punya karakter, tegas dalam menyatakan sikap, cerdas dan cepat tanggap, punya konsep yang jelas, mampu menjadi panutan, dan punya ambisi besar untuk menjadi yang terbaik dengan merebut posisi pemimpin tertinggi.***

Penulis, budayawan dan novelis, tinggal di Bandung.