Sejak dulu, Luragung dikenal sebagai cikal bakal Kerajaan Kuningan atau Kajenen. Di wilayah ini banyak ditemukan peninggalan bersejaran seperti punden berundak, pecahan gerabah dan sebuah makam yang dipercaya sebagai makam Dyah Pitaloka, putri Kerajaan Pajajaran yang memilih bunuh diri ketimbang menjadi upeti bagi Kerajaan Majapahit. Warga Luragung percaya, jika makam besar yang ada di Desa Dukuh Maja adalah makam putri kerajaan Pajajaran.
BANYAK benda peningggalan sejarah pra sejarah dan kerajaan masa Islam ditemukan oleh tim eksvakasi dari Balai Arkelogi Bandung. Ini dibuktikan dengan temuan punden berundak, menhir dan sejumlah makam di beberapa lokasi di wilayah Luragung.
Para arkeolog itu menyusuri wilayah yang diduga menyimpan benda peninggalan pra sejarah. Menurut staf Kecamatan Luragung, Suhartono, tim melakukan eksvakasi di wilayah yang diduga peninggalan zaman megalitikum dan zaman Islam.
Tim mendatangi pemakaman umum desa di Desa Dukuh Maja yang letaknya lumayan jauh dari pemukiman penduduk. Ada dua lokasi pemakaman di desa tersebut dan salahsatunya terbilang purba. Di pemakaman purba itu ada sebuah makam besar yang dipercaya warga Dukuh Maja sebagai makam putri Kerajaan Pajajaran, Dyah Pitaloka.
Dyah Pitaloka sendiri tewas setelah bunuh diri ketika terjadi perang Bubat saat zaman Majapahit. Mayatnya kemudian dibawa pasukan Pajajaran yang selamat melewati Luragung.
Namun karena sudah mengeluarkan aroma tidak sedap, akhirnya jasad putri yang mempertahankan harga dirinya ketimbang menjadi upeti bagi Raja Hayam Wuruk itu dimakamkan di sebuah hutan Dukuh Maja. “Kami percaya kalau makam besar di Dukuh Maja itu adalah makam Dyah Pitaloka yang bunuh diri saat perang Bubat. Cerita ini kami dapatkan secara turun temurun sejak zaman dulu. Dan kami mempercayau kalau hutan Bubat lokasinya tidak jauh dari Luragung,” papar Suhartono kepada Radar.
Warga Dukuh Maja sendiri sangat percaya jika makam besar di desanya itu adalah makam Dyah Pitaloka. Kendati tidak ada bukti atau literatur tertulis, dugaan itu bisa saja benar. Apalagi zaman dulu Luragung masih hutan belukar. “Kata orang tua kami, makam Dyah Pitaloka itu di sini. Di pemakaman ini juga ada nama Buyut Pakuan. Nama ini sudah ada sejak kami belum lahir. Jadi, kami sangat percaya kalau putri kerajaan Pajajaran yang tewas di lapangan Bubat itu dimakamkan di sini,” tutur sejumlah warga Dukuh Maja.
Namun klaim warga itu belum mendapatkan pembenaran dari para arkeolog yang melakukan penelitian di Luragung. Para arkeolog yang datang baru meneliti benda-benda yang diduga peninggalan masa lalu seperti batu menhir, penuden berundak dan pecahan gerabah atau keramik. “Belum meneliti yang lain termasuk juga dugaan makam kuno di Desa Dukuh Maja,” katanya.
Melihat banyaknya benda purbakala yang ditemukan di wilayah Kecamatan Luragung, bisa jadi kawasan ini dulunya adalah kota tua atau sebuah kerajaan. Menurut Dra Evi Latipundiah, timnya melakukan penelitian setelah sebelumnya mendapat laporan tentang banyaknya benda purbakala yang ditemukan warga. Untuk memudahkan penelitian, pihaknya membagi dua tim. Di Cigedang dan beberapa desa lainnya pihaknya menemukan pecahan keramik dan gerabah dan juga makam penyebar Islam. Penemuan serupa juga ditemukan di Dukuh Maja. Lokasinya jauh dari pemukiman penduduk berupa pecahan keramik atau gerabah.
Namun Evi belum bisa memastikan apakah benda temuannya ini berasal dari zaman pra sejarah atau masa Hindu/Budha. Sebab untuk memastikannya memerlukan penelitian lebih lanjut. Tapi melihat cirri-ciri yang ada, dia berasumsi kalau punden berundak dan altar batu itu peninggalan zaman Megalitikum.
“Perlu penelitian lebih dalam. Mungkin saja eksvakasi lebih besar dilakukan, seandainya kami menemukan benda-benda pra sejarah lainnya,” ujarnya. (*)
Sumber: http://www.radarcirebon.com/makam-putri-kerajaan-pajajaran-dyah-pitaloka-di-dukuh-maja.html