ti Koran Sindo
Untuk menjawab pertanyaan apakah Gunung Padang merupakan punden berundak di atas batuan bentukan alam atau seluruhnya adalah bangunan buatan manusia, geolog dari Badan Geologi Sutikno Bronto menyempatkan diri meneliti situs tersebut.
Metode penelitian Sutikno menitikberatkan pada pemahaman geologi gunung api purba dan sejarah geologinya atau lebih memerhatikan perkembangan vulkanisme setempat. “Dari kajian vulkanisme setempat, Gunung Padang merupakan daerah rawan gempa yang sering mendapat kerusakan karena gerak longsor dan gempa bumi, “ kata Sutikno beberapa waktu lalu. Sutikno meyakini jejak peradaban masa lalu hanya akan ditemui di atas bukit alam tersebut.
Pasalnya secara geologi , Gunung Padang merupakan sumbat atau kubah lava termuda berstruktur kekar kolom yang terbentuk di dalam kawah gunung api purba Karyamukti. Kemudian, karena proses geologi yang terus berjalan, kekar kolom Gunung Padang semakin renggang, dan akhirnya membentuk batu kolom yang roboh berserakan.
Untuk memerkuat bukti bahwa jenis bebatuan yang dibangun pada situs megalitikum itu merupakan bentukan alam, Sutikno mengatakan bukti itu dapat dilihat dari bentuk dan ukuran bebatuan yang tidak seragam, berupa bentukan batu pipih dan kolom. Menurutnya, bentuk batuan itu juga lahir karena gerak bencana alam yang terjadi pada masa lalu.
“Kami meneliti juga, secara geologi Gunung Padang terbukti merupakan bekas gunung api purba Karyamukti, kubah lava itu lah yang kemudian membukit seperti bentukan piramid. Keyakinan saya, bila lapisan tanah itu terus digali hanya ada temuan berupa bebatuan,” tambah Sutikno.
Dari sudut pandang peneliti yang sepaham dengannya, bebatuan kolom yang roboh itulah yang kemudian ditata oleh manusia masa lalu sebagai punden berundak untuk upacara pemujaan. Sehingga bila disimpulkan secara ilmiah, tak perlu ada penelitian lebih lanjut untuk membuktikan adanya jejak peradaban masa lalu yang terkubur di bawah gunung tersebut.
“Keyakinan kami tentu tak perlu lagi ada penelitian lebih lanjut untuk membuktikan adanya ruangan besar yang terkubur di bawah Gunung padang,” ujar Sutikno. Pasalnya untuk membuktikan hal tersebut tentu membutuhkan upaya enggalian secara total. Sementara bila itu dilakukan, kelestarian kawasan situs yang selama ini dilindungi akan terganggu.
”Perbedaan pendapat dalam penelitian ini tentu sah saja, mereka berangkat dari hipotesa adanya jejak peradaban yang terkubur di Gunung Padang. Namun dalam pembuktiannya tentu bisa merusak keberadaan kawasan situs,” tambahnya.
No comments:
Post a Comment