28.1.16

Dari Megalitik ke Gigalitik

ti Koran Sindo

Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhono menerbitkan Perpres Nomor 148 tahun 2014 tentang Pengembangan, Pelindungan, Penelitian, Pemanfaatan, dan Pengelolaan Situs Gunung Padang, penelitian Gunung Padang di Desa Karya Mukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur berhenti. Penelitian kini seperti mati suri dan minta dibangunkan oleh pemerintahan Joko Widodo.

Gigalitik. Itulah istilah yang dicetuskan arekolog Dr Ali Akbar saat memberi kuliah umum kepada para arkeolog dan mahasiswa di Freie Universitat Berlin, Jerman, 20 Januari 2015. “Saya mengajukan istilah ‘Gigalitik’ untuk jenis bangunan megalitik yang sangat besar dan kompleks yang menunjukkan telah tingginya peradaban yang dicapai umat manusia saat itu,” ujar Wakil Ketua Timnas Gunung Padang Bidang Arkeologi itu kepada KORAN SINDO.

Ketika diwawancara koran ini, Ali memang sedang keliling negara Eropa untuk lebih memperkenalkan Gunung Padang ini kepada dunia internasional. Sebelumnya pada akhir 2014, Ali presentasi Situs Gunung Padang di hadapan para ahli arkeologi mancanegara yang berkumpul dan mengadakan seminar di Korea.

“Saat ini saya sedang di Jerman memberikan kuliah umum di Freie Universitat Berlin. Banyak respons positif dan pernyataan dukungan dari kolega saya di luar negeri. Perhatian dunia internasional sangat tinggi,” katanya. Judul makalahnya sendiri adalah The Gunung Padang Site in Indonesia (West Java): Its Implication to Researches on Meghaliths and Civilization.

Sesuai judulnya, Ali berdasarkan temuan Tim Nasional Gunung Padang membawa pesan bahwa situs batu kuno terbesar di Asia Tenggara ini berpotensi menulis ulang cerita sejarah dan peradaban dunia yang selama ini dikenal manusia. Menurutnya, bangunan megalitik cukup banyak tersebar di berbagai daerah dan negara, namun tidak banyak yang berukuran besar dan kompleks.

“Situs Gunung Padang tentu saja berpotensi besar untuk mengubah peta peradaban dunia,” kata Ali. Kata Ali, sudah banyak artefak yang ditemukan oleh Tim Nasional Gunung Padang yang menunjukkan bahwa situs ini pernah dipakai dalam beberapa periode. Artefak dari periode 5200 Sebelum Masehi (SM) antara lain alat besi seperti pisau dan limbah atau terak logam (slag) yang menunjukkan pernah terjadi proses pembuatan artefak logam.

Dari periode yang lebih muda ditemukan pecahan keramik Cina dan Eropa yang kemungkinan berasal dari sekitar 1800 Masehi. Koin tahun 1855, 1917, dan beberapa koin periode Kolonial Belanda atau Nedherlands Indie juga ditemukan. Bahkan koin dari tahun 1954 juga ditemukan.

“Dalam arkeologi disebut sebagai multicomponent site,” terangnya. Temuan lain diamini oleh kolega Ali di Tim Nasional Gunung Padang Dr Danny Hilman Natawidjadja. Di timnas Gunung Padang, Danny adalah Wakil Ketua Bidang Geologi. Berbagai teknik dan alatnya sudah dipakai untuk meneliti Gunung Padang, mulai dari geolistrik, georadar, geomagnet, seismik tomografi, bor sampling, sampai karbon dating.

Secara geologi, menurut Danny, Gunung Padang terdiri dari lapisan kebudayaan yang dibangun dalam waktu dan peradaban berbeda. Lapisan luar umurnya 500 SM yang terimbun 1-2 meter, bahkan di beberapa bagian tersingkap. Lapisan kedua umurnya 7000 SM dan lebih tua dari piramid Giza.

Lapisan ketiga 5-15 meter 26000 SM. Menurut Danny, sebelumnya situs dikenal hanya di permukaan berupa batu kolom kekar yang ditata oleh manusia zaman dahulu. Tapi setelah diteliti ternyata area situs meluas terus sampai bawah (lapangan parkir), bahkan strukturnya sampai ke sungai. “Jadi harus ada pemetaan lebih lagi,” kata Danny di kantor KORAN SINDO Jabar Jalan Natuna 8A, Kota Bandung.

Danny dan kawan-kawan menemukan di bawah tanah ada struktur yang lebih canggih dengan yang di atasnya, dan ukurannya lebih besar dari Candi Borobudur, dan itu berlapis-lapis. Sampai ke inti dari bukit itu merupakan batuan lava andesit alamiah di kedalaman 15 meter. “Tapi itu juga sudah artifisial (buatan) dan menjadi dasar dari layer-layer (lapisan-lapisan) di atasnya,” jelas Danny.

Temuan penting tim peneliti adalah batu kujang. Batu kujang ini ada dua, pertama di permukaan yakni berupa batu kekar kolom dengan ukiran mirip senjata tradisional Sunda. Batu kujang ini ditemukan julu pelihara Gunung Padang. Tapi batu kujang yang ditemukan tim peneliti adalah batu warna abu yang bentuknya benar-benar mirip kujang dan bisa dipakai untuk memotong atau memahat sesuatu.

Menurut Danny, batu kujang itu tertimbun di bawah tanah yang berumur 10.000 tahun di atas lapisan ketiga pada kedalaman 3 meter. Batu kujang itu kalau dipegang kasar. Di dalamnya ada butir metal yang menyebar merata. Permukaannya banyak pori dan kalau ditumpahkan air, maka airnya meletup-letup.

Mencengangkan, peneliti hingga detik ini tidak bisa menentukan jenis batu apa yang membentuk kujang itu. “Batu kujang kalau di geologi tidak masuk ke mana-mana, andesit bukan, basalt bukan, granit bukan. Dan itu banyak, ada artefak lain yang materialnya sama,” beber Danny. “Kami pun belum tahu apakah itu batuan alamiah tapi khusus, atau bisa juga itu batu yang diadon oleh leluhur kita.“

Artefak terakhir yang ditemukan sebelum tim terpaksa menghentikan eksavasi adalah rolling stones. Batu ini ditemukan di kedalaman eskavasi 11 meter. Batu ada di bawah timbunan tanah di kedalaman. Kata Danny, batu bulat dan ketika dipecah pakai palu geologi, terciptalah ceruk dan di dalamnya ada batu bulat yang bisa berputar seperti tetikus atau mouse komputer.

“Tapi batu itu dikembalikan ke dalam tanah karena banyak cerita di luar nalar,” kata Danny. Meski penelitian berhenti sementara, Danny dan tim masih bekerja untuk Gunung Padang, di antaranya mengolah data dan pengujian beberapa sampel, serta membuat jurnal ilmiah untuk publikasi dalam negeri. “PR kami adalah bikin jurnal ilmiah internasional,” kata Danny.

Dia yakin bakal menemukan hal penting lain, jika suatu saat penelitian ini dilanjutkan oleh pemerintah. “Kami masih semangat dan yakin bakal banyak menemukan sesuatu. Terutama bentuk lapisan kedua itu seperti apa, ini harus dibuka. Belum lagi chamber (ruangan) di lapisan yang lebih dalam, harus dicari pintunya di mana, dan itu gakbisa langsung dipasang bom,” kata Danny.

No comments: